Kamis, 07 Maret 2013

Persahabatan Itu Sederhana -part 3-


Persahabatan itu sederhana,
Sesederhana pertemuan yang jarang terwujud secara lahiriah, namun tetap berkomunikasi dalam kebisiuan.
Jadi begini, pernah aku tinggal di asrama. Sudah lama memang, ya,,, jaman SMP. Di sana aku beradu dengan aturan-aturan yang tegas, disiplin. Awalnya tersiksa, awalnya menangis, awalnya emosi, awalnya putus asa. Namun seiring bergulirnya waktu, perasaan begitu terkikis oleh kebersamaan yang terjaling di sana.
Kami berlima, aku, Siwi, Reza, mbak Vivi, dan mbak Maya. Kami berlima mempunyai ciri khas masing-masing. Kami semua mempunbyai keunggulan dan kenakalan masing-masing. Terlepas dari kegeoisan, kenakalan, dan keunggulan kami, kami selalu punya rasa kebersamaan. Kebersamaan yang selalu terbukti dengan kesepakatan waktu ke gereja, dan pembagian tugas piket yang tak pernah saling iri.
Dari keempatnya, aku seangkatan dengan Siwi. Dia adalah sosok yang dewasa. Dia adalah sosok yang mengayomi. Dan padanya lah akhirnya aku benar-benar memberi predikat sahabat.

Persahabatan itu sederhana,
Sesederhana melakukan kegiatan bersama dengan perasaan tulus ikhlas yang terus mengalir dalam rentang waktu.
Yang kuingat adalah kebersamaan kami yang sangat menguatkan posisi kami di sana, yang membuat kami betah dengan aturan-aturan ketat. Satu hal, menjelang ujian akhir nasional (UAN memang waktu itu namanya), kami selalu belajar bersama. Mulai dari menyiapkan cemilan, kopi, pembagian meja belajar, sampai materi yang akan dipelajari. Kami selalu berbagi.

Persahabatan itu sederhana,
Sesederhana ngobrol biasa, saling mendengar dengan hati, dan  memberi tanggapan berdasar penalaran, logika, berlandas kenyataan.
Banyak hal yang kami bagiu juga akhirnya. Nostalgia masa kecil kami, tentang keluarga kami, tentang pribadi kami juga. Bahkan, tentang perasaan kami, perasaan pada teman, pada pengurus asrama, pada guru, pada orang tua. Dan yang selalu kami bagi adalah perasaan kami satu sama lain. Bukan hanya jika kami merasa seiya sekata, tapi saat kami pun merasa kontra.


Persahabatan itu sederhana,
Sesederhana perpisahan fisik kami, tapi saling memantau. Bukan, bukan memantau yang saling memata-matai, tetapi saling melihat, jika dalam pengelihatan baik-baik, kami diam. Diam bukan cuek, tapi diam kami adalah dukungan untuk sahabat tetap berkembang. Jika kami melihat ada yang janggal, saat itulah kami berusaha masuk kembali dan menjadi sandaran.

Persahabatan itu sederhana,
Sesederhana perpisahan fisik kami sampai saat ini. Sesederhana aliran hidup kami. Sesederhana janji kami untuk saling bertemu tiap tahun, dan selalu kami tepati.



Sabtu, 02 Maret 2013

puisi untuk sahabatku



Sahabat,,,
bersamamu aku bahagia
bersamamu aku melewati gumpalan rintang hidup
bersamamu aku tertawa lepas
bersamamu sedihku bertransformasi menjadi senang

Sahabat,,,
kepergianmu memang duka
kepergianmu memang menyakitkan
kepergianmu bak jarum runcing yang menancap di palung hati

Tapi sahabat,,,
pergimu untuk meraih cita
tinggalku pun melanjutkan cita
perpisahan kita bukanlah akhir
tapi awal perjuangan dalam hidup yang nyata